Senin, 03 Oktober 2011

Hati Seorang Sahabat

Kau ingat tentang ceritaku? Aku pernah mengenal seseorang. Dia menjadi bagian dari kisahku seperti sinar matahari pagi yang menyilaukan. Aku sangat mengaguminya, dan diam-diam tersenyum di sudut yang tak pernah terlihat olehnya. Ketika aku berbicara tentangnya, seluruh perasaan ini akan bahagia. Kau ingat?
Lalu ingatkah kamu hari dimana kita duduk bersama dan saling berbicara? Kau bercerita tentang wanitamu, dan aku juga berkata bahwa aku pernah mencintai seseorang begitu dalam, bahkan hingga detik ini. Kau bertanya siapa laki-laki itu. Namun kujawab dengan “sejak aku jatuh cinta padanya, kuputuskan menjadikannya rahasia dalam hidupku”. Lalu kau berharap dapat dicintai oleh wanitamu sedalam aku mencintai laki-laki itu. Aku hanya tersenyum.
Hari setelahnya kau mengajakku ke pantai, kau bilang sesuatu yang buruk telah terjadi. Wanita itu memilih untuk tidak lagi bersamamu. Kau pasti sangat terluka, maka kubiarkan kau menatapi laut hingga larut malam karena kau berkata padaku ditempat inilah kau merasa sangat nyaman. Kau ingat?
Pagi itu aku menggambar setangkai mawar merah pada sebuah kertas. Kau mengamatinya dan bertanya apakah aku sangat menyukai mawar. Aku hanya tersenyum dan melirik padamu. Lalu kau bilang aku lebih mirip Lotus daripada mawar. Mawar itu cantik tp durinya dapat melukai orang lain. Sedangkan Lotus itu bunga yang kuat dan tegar, meskipun hidup di air berlumpur, namun air lumpur, tanah dan kotoran takkan pernah bisa mengotori bunga Lotus. Tangkai Bunga Lotus saling terkait berhubungan dengan pusat di tengah, melambangkan keabadian yang tak akan putus. Karena itu kau sangat menyukai bunga Lotus. Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengar penjelasanmu. Kau ingat?
Suatu malam kau datang menemuiku. Kita bercerita tentang banyak hal. Sesekali kita saling mengejek dan tertawa. Kemudian kau bertanya padaku “siapa yang memelihara Lotus?” saat melihat banyak bunga Lotus mengapung indah memenuhi kolam dirumahku, “Aku” jawabku. “sejak kapan kamu suka Lotus?” kau menatapku heran. Aku tersenyum.
Waktu itu kulihat kau kecewa. Gagal mendapat beasiswa ke Australi membuatmu murung seharian. Lalu aku membawamu ke suatu tempat. Ya, ke pantai, kau ingat? Kau bertanya kenapa aku membawamu ke tempat itu padahal aku sangat tidak suka berada di dekat laut, laut membuatku takut karena dasarnya tak dapat kulihat. Tapi saat itu aku malah berlari-lari menyusuri pantai sambil berteriak-teriak. Kau melakukannya juga, dan kita saling menertawakan satu sama lain. Kau berkata “Lega sekali rasanya” dan aku sedikit tenang mendengar hal itu. “bukankah impianmu selama ini adalah belajar ke Eropa, bukan Australi? Mungkin ini adalah pertanda bahwa mimpi itu akan segera terwujud” aku berusaha meyakinkanmu. Kau tersenyum.
Diantara gerimis kau berlari ke rumahku. Kau berkata mimpimu sebentar lagi akan terwujud. Kau akan pergi ke Inggris untuk melanjutkan studi dalam waktu dekat ini. Kau sangat bahagia, aku tahu itu. Tapi entah kenapa aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman getir. Kau bahkan menyadari hal itu dan berusaha menghibur dengan berjanji akan sering mengirimiku surat atau email. Kau ingat?
Sampai detik dimana aku harus benar-benar mengantarkan kepergianmu, yang kurasakan hanyalah sebuah kekhawatiran dan ketakutan. Aku takut kau tak dapat mengartikan senyumanku sebagai jawaban dari semua pertanyaanmu. Aku akan menyukai semua tempat yang dapat membuatmu nyaman berlama-lama disana, termasuk laut. Bahkan saat ini aku memilih studi tentang laut, tempat yang selalu mampu memberimu ketenangan disaat kau membutuhkannya, dan aku menyukai bunga Lotus sejak aku tahu kau menyukainya.
Dan senyuman getir dihari kau mengatakan bahwa kau akan pergi adalah sebuah ketakutan. Aku takut kehilangan. Bukan hanya kehilangan seorang sahabat, tetapi juga kehilangan laki-laki yang kucintai…
Aku ingin mencegahmu pergi, atau setidaknya membuatmu tahu apa yang kupendam tentang laki-laki yang dapat membuatku diam-diam tersenyum mengaguminya, laki-laki yang kujadikan rahasia dalam hidupku sejak aku mencintainya, laki-laki yang menjadi bagian kisah terpenting dalam hidupku, laki-laki itu adalah sahabatku. Ya, kamu…
Aku mencintaimu sangat dalam. Dalam hingga aku takut kau menjauh dariku karena cinta ini. Maka aku  selalu berusaha merahasiakannya darimu. Bahkan hingga kau pergi aku tetap bertahan untuk menutupnya rapat-rapat dalam hati dan menyembunyikan kuncinya sejauh mungkin darimu. Dan aku menyesal…
Penyesalan adalah satu hal yang sangat kuhindari. Namun akhirnya  tak mampu kucegah berada dalam situasi ini. Satu kesalahan paling bodoh yang seharusnya tak pernah kubiarkan terjadi adalah menyia-nyiakan waktu untuk mengatakan apa yang kurasakan selagi kau berada didekatku. Seandainya waktu dapat kembali, aku akan membiarkanmu tahu sejak lama. Kau tak perlu mencintaiku, cukup berada disisiku dan tetap menjadi sahabatku…

Sabtu, 02 Juli 2011

Seandainya...

Dengan angkuh kupermainkan malam

Aku ingin berpura-pura tidak tahu bahwa malam hanya berinti kesunyian

Lalu kubelai malam dengan menghadirkan bayanganmu

Dan aku menghujamkan belati di jantungku

Deru asing melemparkanku pada kenyataan

Bahwa bahagia hanyalah fatamorgana yang membuatku gila

Seperti mencintaimu yang pelan-pelan menyayat nadiku

Kau mungkin tak pernah tau aku terbiasa dengan cemburu saat kau membagi hati

Kau bahkan menunjukkan kunang-kunang yang menari dengan bintang

Kau ukir senyum yang sama saat menatapnya hingga aku terluka

Namun aku menunggumu hingga ujung malam...

Seandainya kucintai kau di waktu yang tepat

Pasti bulan takkan membiarkan malam menjadi kelam...

Minggu, 05 Juni 2011

Fieldtrip Banten

Satu lagi pengalaman mempelajari dan mengarungi lautan. Walaupun hanya dalam waktu yang sangat singkat, tapi pengalaman hidup yang di dapat tidak akan tergantikan oleh apapun.
Dua hari yang lalu tepatnya tanggal 3 Juni 2011, aku bersama teman-teman kelauatan 2009 berhasil merapat di daerah Pandeglang Banten. Saat turun dari bis, wangi pantai langsung tercium. Seperti biasa, kekaguman kepada sang pencipta selalu merasuk ke dalam jiwaku setiap kali melihat hamparan air yang luas dengan ombaknya yang menderu-deru menghantam karang, pantai, dan dermaga-dermaga. Di kejauhan, kapal-kapal nelayan seperti terombang-ambing mengikuti arah gelombang. Semuanya seperti menyadarkanku, betapa besar kekuatan yang tersimpan. Ya, bagiku laut adalah lambang kekuatan.
Pagi itu, dengan saksama kudengarkan setiap intruksi yang diberikan para Dosen dan asistennya. Setelah tau apa yang harus dilakukan, aku dan yang lain mulai melaksanakan intruksi-intruksi yang telah diberikan. Inilah kegiatan-kegiatan kami selama disana:

Mendengarkan intruksi dari asisten dosen mengenai praktikum mangrove.
Pengukuran diameter batang mangrove untuk mengklasifikasikan tipe mangrove.
Membuat transek untuk batas daerah pengukuran mangrove.
Pengukuran suhu sampel air laut dari Pantai Cigondang.
Pengukuran pH sampel air laut.
Pengukuran DO (Disolved Oxygen) sampel air laut.
Pengukuran Salinitas sampel air laut dengan Refraktometer.
Penyaringan sampel air laut dengan plankton net.
Pencatatan data-data praktikum lapangan.
Pengawetan sampel dengan formalin.
Penentuan titik lokasi pengambilan sampel dengan GPS.
Pengambilan sampel organisme benthos dengan transek kuadrat.
Setelah mendapat semua data yang dibutuhkan, kami akhiri praktikum di pantai Cigondang dengan berfoto bersama Dosen kami yang sekaligus ketua Prodi Ilmu Kelautan UNPAD, Ibu Indah tercinta.

Tidak selesai sampai disitu. Trip dilanjutkan dengan mata kuliah yang berbeda. Kami akan ikut dengan nelayan setempat melaut untuk mempelajari metode penangkapan ikan, kontruksi kapal yang mereka pakai, dan mengorek informasi lebih dalam dari para nelayan tersebut.
Aku sempat mengambil beberapa gambar ketika melaut waktu itu, check this out.

Inilah laut Banten yang memberi kehidupan dan pembelajaran berharga bagi kita semua.




SAVE OUR SEA....

Rabu, 01 Juni 2011

Nyari Pacar??!

Akhir-akhir ini rasanya berat banget ngejalanin semuanya. Ada aja masalah yang dateng, belum lagi ditambah tugas kuliah yang makin lama makin ngelunjak. Kepala kayak mau pecah, makan ga teratur sampe-sampe berefek ga nafsu makan. Kalo ibarat gunung, statusnya udah “awas” bentar lagi mau meletus. Aaaarrrrggghhhh!!!!!

Yang lebih menyiksa batin adalah kenyataan bahwa gw ga bisa lagi menunaikan hobi gw, yaitu tidur yang lamanya hampir ngalahin hibernasinya beruang kutub. Walaupun hobi tidur gw ini sedikit menimbulkan kesialan bagi diri gw sendiri, contohnya dikunciin dalem rumah sama nyokap selama 2 hari tanpa bahan makanan gara-gara disangka udah balik ke jatinangor (kota dimana gw menuntut ilmu) padahal gw lagi tidur di kamar kaka gw yang udah lama ga diisi, alhasil gw selama 2 hari makan kerupuk yang udah alot, sisa-sisa biskuit yang udah remuk sama kacang goreng bekas lebaran. Tapi anehnya gw ga pernah kapok sama hobi gw ini.

Balik ke soal hidup gw yang ga karuan akhir-akhir ini, gw sempet curhat sama sahabat gw tentang masalah-masalah yang sedang gw hadapi. Dari mulai masalah di kampus sampe masalah yang ga penting juga buat diceritain kayak susah pup kalo pagi, air di kosan sering mati kalo pas gw lagi sabunan, dan cerita yang lebih ga penting lainnya. Lumayan lah buat ngeluarin unek-unek, walaupun gw yakin dia cuma manggut-manggut sok ngerti padahal nggak. Tapi akhirnya dia ngasih saran yang bikin gw lumayan kepikiran. Kira-kira kayak gini kronologis pas gw curhat ke dia.

Gw : “gw pengen cerita”

Sahabat gw : “cerita apaan?”

Gw : “gw berantakan banget akhir-akhir ini….”

Sahabat gw : “iya tuh lu kucel banget sekarang. Item.”

Gw : “bukan berantakan yg itu maksud gw!”

Sahabat gw : “lah terus apaan?”

Gw : “maksudnya hidup gw akhir-akhir ini kacau banget. Ga teratur kayak dulu. Gw stress di kampus banyak banget tugas, belom lagi pusing mikirin PKL. Kadang-kadang sampe lupa mandi sama makan.”

Sahabat gw : “wah sabar ya”

Gw : “iya nih, coba kalo di rumah, ada nyokap gw, Makanan udah disediain, baju tinggal pake, pokoknya pasti gw ada yang merhatiin kalo di rumah”

Sahabat gw : “yaudah bawa aja nyokap lo ke kosan”

Gw : kesel

Sahabat gw : “iye maap”

Gw : “lo kasih saran apa kek gitu”

Sahabat gw : “kenapa lo nggak nyari pacar aja?! Jadi ada yang merhatiin lo. Biar hidup lo ga berantakan kayak sekarang”

Gw : “gitu ya?”

Sahabat gw : “ iya. Gw yakin kalo niat lo pasti dapet kok, asal lo jangan terlalu cuek dan harus lebih membuka diri aja.”

Gw : ngelamun sambil garuk-garuk ketombe

Sahabat gw : “ ye dia malah ngelamun! Emang lo mao ngejomblo terus kayak gini, jadi cewe labil dekil dan ga keurus?!”

Dari situ gw mulai mikir apa yang dibilang sahabat gw ada benernya juga. Kayaknya gw mesti mulai buka hati buat cowo laen. Ga baek juga terus nginget-nginget yang lama, yang ada gw jomblo seumur idup. Tapi nyari cowo juga ga segampang beli kacang. Ga bisa asal ada napasnya doang. Gini-gini gw juga ngarep dapet yang terbaik. Dan semoga nanti gw dapet yang terbaik. Amin…

Rabu, 04 Mei 2011

Nobody's Perfect

Rasanya sulit menjadi seseorang yang sempurna bagi semua orang... ketika kau berusaha menunjukan yang terbaik pada satu orang, maka diwaktu yang bersamaan kau tidak terlihat seperti itu di mata yang lainnya. dan segala sesuatunya akan terasa lebih sulit lagi saat kau terlahir dengan begitu banyak kekurangan. Meskipun aku sangat menyadari bahwa kesempurnaan tidak melekat pada diri seseorang sejak dia dilahirkan ke dunia. Namun kesempurnaan itu tercipta dalam proses pencarian jati diri dan seberapa berguna dirimu bagi orang-orang di sekitarmu, terutama orang-orang yang kau kasihi. Semuanya akan menjadi hal terindah dalam hidupmu ketika kau mampu melewatinya dengan baik. Tapi beberapa diantara kalian akan sependapat denganku, bahwa semuanya tidak sesederhana yang diucapkan. Sewaktu-waktu kau akan menemukan dirimu terjebak diantara "benteng" krisis percaya diri. Saat dimana kau tak bisa merasakan kekuatan terbesar dalam dirimu. Dan akhirnya kau hanya bisa menyalahkan diri sendiri atas segala kekuranganmu, lalu melakukan hal-hal bodoh yang tidak logis.
Aku teringat suatu ketika saat aku jatuh cinta pada seseorang. aku berusaha untuk terlihat sempurna baginya. Tanpa kusadari sedikit demi sedikit aku mulai menirukan caranya bicara, menyukai hal-hal yang dia sukai, dan melakukan hal-hal yang kubenci. Dengan entengnya aku merubah diriku seperti dirinya. Naas, aku tak mampu menemukan yang kucari, aku tak lagi mengenali diriku, aku menjadi asing dengan diriku sendiri.
Dari situlah aku belajar satu hal. Kita tidak akan pernah sempurna jika menjadi orang lain, kita akan sempurna ketika menjadi diri kita sendiri. Seperti kau menyukai dengan sempurna hal-hal yang kau sukai, dan membenci dengan sempurna hal-hal yang kau benci.
Seseorang di masa lalu pernah membesarkan hatiku dengan kata-katanya yang sampai sekarang masih terekam jelas di kepalaku,
"jika kau merasa dirimu tak sempurna maka kau salah besar, karena aku dapat merasakan kesempurnaan itu. kau hanya perlu menjadi diri sendiri karena itu yang membuatmu berbeda dengan yang lainnya."
Ya, kesempurnaan bukan untuk dicari, tapi bagaimana kita menciptakannya dengan proses-proses yang sulit namun indah. Dan hal yang terpenting adalah kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk menjadi sempurna dimata orang lain. Lakukan yang terbaik yang bisa kau lakukan. Karena di dunia ini tak ada yang sempurna...

Rabu, 13 April 2011

BIG HARD

Ini adalah detik dimana jenuh menjauhkanku dari apa yg seharusnya kulakukan. Mengisi waktu luang tak lagi dengan keluarga dan kawan, bahkan untuk sekedar memejamkan mata tanpa beban yg menggelayuti pikiran pun rasanya tak lagi semudah dulu...Setiap waktu yang berlalu memaksaku terus berkutat dengan tumpukan kertas yg membosankan ini...semuanya harus kurampungkan dalam waktu semalam.

berlebihan mungkin jika aku berpikir lebih baik diasingkan di planet mars. tapi percayalah, saat matamu enggan lagi menuruti perintah untuk tetap terbuka, dan otak tiba-tiba memutuskan untuk menghentikan fungsinya menyimpan segala sesuatu yang telah dipelajari, sedangkan besok pagi yang jika sekarang kuhitung tinggal beberapa jam lagi harus berperang menghadapi ujian yang akan menentukan masa depan, maka rasanya seperti didorong dari atas tebing dengan ketinggian 2000 meter dan jatuh di dasar jurang yang isinya batu berukuran besar.

Sabtu, 09 April 2011

MENUNGGU PELANGI

Malam melukiskan warna hitam pada langit yang ditinggalkan matahari untuk berotasi. Beberapa bintang malu-malu menerima cahaya sang Dewi Malam hingga membuatnya meredup, sedang yang lain berkelip-kelip mempermainkan sinarnya untuk menggoda langit agar tak semakin pekat.

Di antara sepi yang selalu menghuni bumi di kala malam, seorang gadis dengan segala resahnya terbaring di atas rerumputan berselimut angin. Ia mentatap angin seakan sedang menyelami angkasa dengan sorot matanya yang tajam namun kosong.

“Tuhan, andai takdirku tak seperti ini…” ujar gadis itu lirih hingga suaranya yang lembut hampir tak terdengar. Setitik air bening mengalir dari matanya. Entah berapa kali dia mengadukan nasibnya yang malang kepada Tuhan, entah berapa malam yang ia lewati hanya untuk sekedar berbicara pada bintang, dan entah berapa lama waktu yang ia habiskan untuk menangis. Tapi hidupnya tak juga mengecap kebahagiaan.

Lelah mulai menjalari seluruh tubuhnya yang penat. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan saat seseorang memanggilnya dari dalam rumah, “Hellen, ayo masuk! Ini sudah tengah malam, dan udara di luar sangat dingin.”

Suara itu tak sedikit pun mengusiknya, ia tetap bergumul dengan pikirannya sendiri. “Hellen, masuklah!” wanita setengah baya itu mulai kesal karena panggilannya tak digubris. Lalu ia menghampiri Hellen yang masih terbaring di rerumputan. “Hellen, sedang apa di sini? Ayo masuklah!” perintah wanita itu dengan nada yang sedikit meninggi.

“Sudah pulang?” Tanya Hellen datar, “Kukira sudah tak ingat jalan pulang,” lanjutnya dengan seringai sinis.

“Sopanlah sedikit pada Bunda!” bentak wanita itu, “ Masuklah ke dalam sekarang juga, Bunda tak ingin kau sakit,” katanya sambil menarik tangan Hellen.

“Sejak kapan kau perduli padaku? Bukankah kau terlalu sibuk untuk sekedar mengkhawatirkan keadaanku?” Sindir Hellen sambil melepaskan genggaman Bundanya.

“Berhenti berkata seperti itu padaku, Hellen! Aku muak mendengarnya,” wanita itu sangat marah mendengar ucapan anaknya. “ Kau bahkan tak memanggilku Bunda, Hellen...” Ia menatap Hellen lekat-lekat, dan berusaha menguasai emosinya. “Hellen, percayalah, Bunda bekerja siang dan malam untuk menghidupimu dengan layak.” Wanita itu membelai rambut Hellen, namun Hellen segera menepisnya dengan kasar.

“Dan aku bosan mendengar kata-kata itu selalu keluar dari mulut Bunda setiap kali kita bertengkar seperti ini.” Hellen memalingkan wajahnya dari tatapan wanita itu.

“Tapi Hellen…” Belum sempat wanita itu menyelesaikan ucapannya, Hellen langsung berkata, “ Aku sangat lelah, aku akan pergi ke kamarku.”

***

Hellen terjaga dari tidurnya saat sinar matahari menyelinap di antara celah tirai jendela kamar. Kepalanya terasa sangat berat dan sakit, mungkin karena ia terlalu memikirkan pertengkaran dengan Bundanya tadi malam. Ia bangkit dari tempat tidur, lalu menyingkapkan tirai dan membuka jendela. Seketika udara pagi yang sejuk masuk ke dalam kamar, tapi itu masih belum cukup untuk mendinginkan kepala dan pikirannya.

Untuk beberapa menit Hellen berdiri di depan jendela, matanya menyisir ke segala arah, seperti ada sesuatu yang sedang dicarinya. “ternyata kamu kembali hari ini utnukku…” Desah Hellen dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

Hellen segera berlari keluar rumah. Setelah sampai di pinggir danau kecil dekat halaman belakang, ia menghentikan langkahnya. Lalu mulai berjalan lagi dengan perlahan sebelum ia benar-benar menghentikan langkahnya dan duduk di atas kursi kayu yang menghadap ke danau.

“Hai kawan! Hari ini kau tepati lagi janjimu untuk menemuiku…” Hellen melayangkan sebuah senyuman tulus yang tak pernah ia berikan kepada siapa pun termasuk kepada Bunda sejak kepergian mendiang ayahnya 9 tahun silam. Saat itu Hellen benar-benar terpukul. Mungkin itulah yang mengubah sifat Hellen menjadi gadis yang tertutup dan pemarah hingga teman-temannya sedikit demi sedikit menjauhinya, dan puncaknya Hellen dikeluarkan dari sekolah karena hampir mencelakai teman sebangkunya. Semua orang di sekitarnya telah menganggap Hellen menderita gangguan jiwa.

Hellen menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya dengan kasar ke udara. “Aku senang kau tak seperti Bunda yang selalu mengingkari janji yang dibuatnya sendiri,” Hellen menatap lekat, “ datanglah bsok ke sini, aku akan menunggumu untuk merayakan ulang tahunku yang ke tujuh belas!” lagi-lagi sebuah senyuman mengembang di bibir gadis itu. Matanya menyiratkan sebuah harapan, tapi jauh di dalamnya terdapat sejuta rahasia akan kesedihannya.

***

Jarum arloji menunjukkan jam setengah dua belas malam. Seperti biasa, Hellen harus sendiri saat pekat kembali menyergap bumi. Ia benci pada malam yang selalu memaksanya untuk menyesali takdir, ia benci harus mengingat sebuah kehilangan yang membuatnya hancur dan tertekan, dan ia benci harus menunggu Bunda hingga larut malam.

“Ayah…” Sebuah kata terucap lirih dari bibir Hellen.

“Tuhan, kembalikan ayah padaku…” Dengan sekejap wajah gadis itu basah oleh air mata.

Hening…

“Jika kau tak bisa mengembalikannya padaku, maka bawa aku padanya!” Teriak Hellen marah.

Suara mesin mobil memasuki halaman depan yang kemudian diikuti suara pagar terbuka. “Terimakasih, Mas…” Kata Bunda pada seseorang di dalam mobil, “Hati-hati di jalan.” Lanjutnya dengan suara sedikit manja. Seseorang mengamati adegan itu dengan wajah penuh kebencian dari balik jendela.

“Hellen?” Bunda terkejut melihat putrinya berdiri mematung dengan mata sembab tepat di depan pintu. “Pasti kau belum makan. Ini Bunda bawakan ikan goreng kesukaanmu.” Terlihat Bunda berusaha bersikap biasa pada Hellen. Tapi Hellen tak menghiraukan ucapan Bunda, ia malah mengajukan pertanyaan yang membuat Bunda bingung harus menjawab apa, “Siapa laki-laki yang mengantar Bunda?”

“Dia… Om Pram, teman Bunda,” jawab Bunda terbata.

“Teman?” Kata Hellen ketus. Seringai sinis terlihat di wajahnya.

“Sudahlah Helllen, Bunda tak ingin lagi bertengkar denganmu…” Suara Bunda terdengar parau, “Bunda lelah…”

“Lelah karena telah melayani laki-laki itu?”

PLAAK!!!

“Berhenti merendahkanku!” Satu tamparan mendarat di pipi Hellen.

“Lalu apa yang Bunda lakukan di luar sana hingga pulang selarut ini dan diantarkan seorang laki-laki?!” Bentak Hellen sambil memegangi pipinya yang terasa perih.

“Kau tak mengerti apapun tentangku, Hellen!”

“Oya? Semudah itukah Bunda melupakan Ayah? Semudah itukah Bunda menggantikan posisi Ayah dengan laki-laki itu? Bunda jahat!!!” Emosi Hellen semakin tak terkendali, nafasnya memburu dan tangannya mengepal keras.

“Tega sekali kau berkata seperti itu pada Bunda, Hellen…” Bunda terisak mendengar perkataan putrinya yang begitu menyakiti hatinya.

“Bundalah penyebab kematian Ayah!”

“Hellen…”

“Kalau saja waktu itu Bunda tak meminta Ayah menjemput Bunda, mungkin Ayah tidak akan mengalami kecelakaan itu! Dasar pembunuh!!!”

“Picik sekali pikiranmu tentang Bunda, Hellen…” Bunda semakin terisak, “Andai Bunda tahu kecelakaan itu akan menimpa Ayah, Bunda tak akan pernah biarkan Ayah menjemput Bunda malam itu.”

Hellen menatap tajam ke arah Bunda, seakan ingin menikam wanita itu dengan sorot matanya. Tapi semakin lama ia menatap Bunda maka semakin dalam pula luka yang bersarang di hatinya. Perlahan Hellen mulai meredupkan pandangannya. Tanpa berkata apa pun ia melangkah menjauhi Bunda yang masih menangis di ruang tamu, lalu menaiki anak tangga menuju kamar.

Di dalam kamar Hellen mulai merasakan rasa sakit di kepalanya. Rasa sakit yang sama dengan yang ia rasakan setelah pertengkaran-pertengkaran dengan Bunda sebelumnya.

“Aahh…” Rintihnya sambil meremas-remas kepala.

***

Hellen… Bunda harus pergi ke luar kota selama 2 hari, ada proyek di Jakarta yang harus Bunda tangani. Tadi pagi Bunda ingin pamit, Cuma Bunda liat kamu masih tidur. Bunda sudah siapkan sarapan untukmu, kamu makan ya saying… tadi malam kamu belum sempat makan. Bunda juga sudah siapkan makanan siap saji di kulkas dan sedikit uang di dalam amplop ini.

Bunda secepatnya pulang. Kamu hati-hati di rumah…

LOVE,

Bunda.


Hellen meremas surat di tangannya, lalu melemparnya ke atas meja makan.

“Bahkan hari ulang tahunku pun dia lupa…” Batin Hellen sedih.

Hellen berlari kecil menuju danau, “Maaf sudah membuatmu menunggu, kawan!” seru Hellen begitu tiba di pinggir danau. “Sekarang kita akan merayakan ulang tahunku. Hanya kita berdua.” Lanjutnya dengan senyum ceria.

Berbeda dengan biasanya, matahari pagi ini sedikit terik. Air embun pun tak ada yang menetes karena menjadi uap. Burung-burung lebih memilih bersembunyi di bawah rimbun pepohonan daripada terbang di angkasa.

Sesaat Hellen mengamati. Keningnya berkerut melihat sesuatu yang tak biasa, tiba-tiba kekhawatiran mengganggu pikirannya. “Mengapa hari ini kau pucat sekali, teman? Kau sakit?” Tanya Hellen. Tapi yang ditanya tak menjawab.

“Apa kau sudah lelah menemaniku?” Tanya Hellen murung.

Tak ada jawaban…

“Hei, kenapa kau menjauh?! Mendekatlah! Hari ini ulang tahunku, kita akan bersenang-senang,” Hellen mulai panik, “Tolong jangan pergi sekarang, aku mohon kembalilah…” Kini Hellen tak kuasa menahan tangisnya. Teman satu-satunya yang selama ini bisa membuatnya tersenyum kini perlahan memudar dari pandangannya.

“Tuhan, kau telah mengambil ayah dariku, kumohon jangan ambil temanku juga…” Gadis itu menangis sejadi-jadinya ketika menyaksikan sesuatu yang disayanginya benar-benar pergi. Ia harus merasakan kehilangan lagi.

Tiba-tiba Hellen merasakan sakit pada kepalanya. Namun tak seperti biasa, kali ini sakit yang dirasakannya begitu dahsyat, serasa ada pedang yang menusuk-nusuk kepalanya. Badannya terkulai lemas, sampai akhirnya gadis itu terjatuh dan tak sadarkan diri.

TO BE CONTINUE…

Kamis, 07 April 2011

Roman Picisan


secarik merah jambu ditanganku
terlukis kisah roman pada bait teratas,
hanya mengerti....
kucari terang dalam arti yang tersirat.
kata picisan teramat dalam! "bahkan manusia tak makan cinta..."
beriring penat kutenggelamkan hati diantara teriakan serangga malam.
bersandar di sudut jendela temaram. "Jenuh!"
relungku terganjal batu.
sungguh membuatku malu; Cinta pergi karna tak ada pengorbanan untuknya.
"hei, jangan menyindirku!!!"

Roman picisan terhempas.
racun benci masuki kerongkongan yang t'lah kering oleh cinta, seperti racun kasmaran juliet yang akhirnya membunuh romeo dalam kehidupan terdahulu.
"gila! dibunuh cinta?!"
kusimpan jasadku. aku terjebak dalam khayalan, aku berkhayal khayalan, khayalan....
"aahh!!" pekikku menghamburkan waktu.
mataku banjir, perih, aku tersayat. lubang menjijikan itu mengoyak kulitku, meremukkan tulang rusukku, menembus jantungku.
"hei!!! aku tak butuh cinta! maksudku.... aku memang butuh cinta.."
tak tahu malu...

Buku Harian Merah


Tubuhku lelah, mataku sangat berat. Tapi aku tetap tidak tertidur. Entah apa yang ada dalam otakku, setiap kali memejamkan mata aku akan mengingatnya. Mengingat senyum terakhirnya sebelum kami berpisah waktu itu. Dan aku akan terluka seperti ini. Sangat sakit…

Kubuka mundur buku harian merah ditanganku, lalu berhenti pada satu halaman. Di sana tertulis 20 Maret 2008, hari dimana dia memutuskan untuk mengembalikan hati yang kutitipkan padanya. Hari dimana dia bukan lagi milikku.

Aku terlalu lelah menahan air mata. Tapi aku juga benci menangis seperti ini. Kurasakan jantungku seperti dipaksa untuk berhenti berdetak. Sangat sesak…

Dengan mata basah kulihat juga tulisan di bawahnya.

Dia sangat berarti…namun aku membuatnya pergi. Dia berkata maaf, tapi aku tak mengerti untuk apa. Dia tersenyum dan memegang bahuku, lalu pergi dan menghilang dari pandangan. Aku ingin menahannya, tapi keputusannya membuat mulutku tak mampu berkata jangan pergi…

Hari ini 21 Maret 2011. Aku ingat sebuah kotak berisi hadiah ulang tahun dengan pita berwarna biru kesukaannya yang masih kusimpan. Kotak itu masih sama, tak ada yang berubah dan kusimpan baik-baik. Tiga tahun lalu kusiapkan hadiah ini untuknya. Tapi dia pergi sebelum sempat kuberikan. Dan hari ini kuputuskan untuk tidak menyimpannya lagi.

Untuk Malam


entah apa yang kutunggu hingga hampa mengetahui bulan tak sepenuhnya untuk malam. namun aku tetap berbicara dengan pekat. kutulis sesuatu pada serpihan bintang yang disisakan kelam, lalu kuterbangkan untuk menyambut matahari yang masih tertidur fajar nanti. meski sinar bintang akan memudar saat itu, namun disetiap tempat akan tetap ada bayanganmu. dan aku selamanya akan mencintai itu...